Musik gendang beleq dimainkan oleh dua orang pemain yang disebut
sekaha. Pada zaman dahulu sekaha berasal dari masyarakat yang dipilih oleh
sekaha senior. Saat ini sekaha direkrut dengan cara mengundang siapa saja
yang ingin berlatih menjadi sekaha (biasanya di rumah pemimpin sekaha yang
sudah ada), dari mulai anak muda sampai orangtua. Para sekaha ini
kebanyakan adalah keturunan, artinya mereka saat ini menjadi sekaha karena
dahulunya bapak atau kakeknya adalah sekaha juga.
Satu hal yang menjadi keluhan para pelestari gendang beleq saat ini
adalah sulitnya mencari sekaha, bukan memainkannya. Anak-anak muda Lombok
sekarang, lebih banyak suka naik motor kebut-kebutan, nongkrong di jalan
atau gang, menghabiskan waktunya di depan televisi menonton sinetron atau
acara musik populer yang memang menjamur saat ini, bergaya pakai handphone
atau mode baju atau kaos daripada diajak belajar musik gendang beleq.
|
|
Musik gendang beleq dikelola sendiri oleh masyarakat secara mandiri,
biasanya mereka mendirikan komunitas-komunitas budaya di beberapa kampung
Lombok. Masyarakat membiayai aktifitas mereka dari hasil manggung seperti
untuk festival budaya, ulang tahun kota, penggembira kampanye salah satu
partai tertentu, dan yang paling sering untuk mengiringi upacara adat
merarik. Ini berbeda dengan zaman dahulu dimana gendang beleq masih banyak
terdapat di kampung-kampung Lombok.
Musik gedang beleq sejak dahulu dipertunjukan dengan cara tradisional.
Semua sekaha dalam pertunjukan gendang beleq harus memakai pakaian adat Sasak
lengkap dengan atributnya. Namun sekarang karena pengaruh zaman modern, baju
dan celana sekaha berbeda-beda warna antar kelompok gendang beleq, bahkan
sesuai dengan pesanan sponsor. Namun demikian, yang tidak boleh ditingalkan
dan harus dipakai serta bercorak batik adalah sapo‘ (ikat kepala), dodot
(ikat pinggang), dan bebet (kain yang melapisi pinggang seperti pada pakaian
Melayu Minangkabau). Kedua atribut ini diangggap penting, karena dianggap
satu-satunya identitas yang membedakan dengan musik modern.
Beberapa kelompok gendang beleq saat ini membuat seragam sendiri, dengan
bordir atau sablon tulisan nama kelompok di belakang seragam. Melihat kondisi
ini, masyarakat tertentu (baca : orangtua Sasak) memandang perilaku ini
negatif. Mereka menganggap kelompok gendang beleq seperti ini tidak
melestarikan budaya dengan utuh, karena tidak memakai seragam adat. Cemoohan
juga sering ditujukan pada sekaha yang berusia muda, dimana ketika
pertunjukan gendang beleq mereka memakai sapo‘, dodot, bebet sembarangan,
memakai anting-anting atau hanya sekedar memakai kaos.
Berikut mengenal alat-alat yang terdapat dalam musik gendang beleq :
1. Gendang beleq, terbuat dari pohon meranti besar gelondongan yang
dipotong, berbentuk silinder dengan lubang yang besar ditengahnya berdiameter
kurang lebih 50 centimeter dan panjang 1,5 meter, lubang kayu ditutup dengan
kulit sapi atau kambing yang telah disamak. Di ujung kanan kiri gendang
dipasang pengait untuk memasang tali atau selendang agar dapat diselampirkan
(digantungkan) di leher atau bahu. Bentuknya yang besar, panjang dan berat,
terlihat tidak menyulitkan pemain untuk memukulnya.
2. Terumpang, alat ini berbentuk seperti wajan besar yang tengahnya
terdapat bundaran kecil yang berupa benjolan. Terumpang terbuat dari
kuningan, dalam gendang beleq terdapat dua buah terumpang.
3. Gong, hampir sama dengan terumpang hanya ukurannya lebih besar, terbuat
dari kuningan atau tembaga, jika dipukul akan menghasilkan suara yang
mendengung.
4. Kenceng (dibaca seperti kata kelereng), terbuat dari kuningan juga,
berbentuk seperti piring dengan tengah luarnya diberi tonjolan dan tali untuk
pegangan. Kenceng ini terdiri dari dua pasang, masing-masing orang memegang
sepasang. Bunyi dan irama kenceng inilah yang membuat musik gendang beleq
terdengar sama dengan musik Bali.
5. Suling atau seruling, dibuat dari bambu dengan lubang-lubang kecil di
tubuh bambu untuk menghasilkan bunyi merdu. Terdapat dua model seruling yang
di pakai dalam gendang beleq, yang panjangya kurang lebih 50 centimeter dan
30 centimeter.
6. Oncer atau petuk, berbentuk seperti gong tetapi ukurannya lebih kecil
dari terumpang, terbuat dari kuningan atau tembaga.
7. Pencek, berbentuk seperti kenceng tetapi bentuknya kecil-kecil dan
diletakkan pada sebuah papan kayu yang digantung di leher.
8. Alat penabuh dan pemukul, alat tabuh gendang berupa kayu pohon kelapa
sepanjang 50 centimeter dengan ujungnya dibalut kain, dirajut benang dan
dilapisi lem agar kuat (bentuk mondol). Alat pemukul sama dengan penabuh
hanya balutan kain agak kecil dan tipis.
Pemain gendang beleq dalam bahasa Sasaknya disebut Sekaha. Jenis kelamin
semua sekaha adalah laki-laki, dari mulai anak kecil umur 7 tahun sampai
orangtua umur 60 tahun. Menurut keterangan beberapa sekaha, sejak dulu pemain
gendang beleq pasti laki-laki, karena berat menggendongnya. Biasanya
perempuan hanya sebagai penari tambahan saja.
Dalam satu rombongan musik gendang beleq terdapat kurang lebih 17 sekaha,
terkadang 20 atau lebih, dengan sekaha cadangan untuk penabuh gendang atau
peniup seruling. Ada juga rombongan gendang beleq yang dilengkapi dengan
kelompok penari khusus, sehingga terlihat banyak sekali personelnya. Lebih
jelas uraiannya di bawah ini :
Empat sekaha penabuh gendang beleq,
biasanya dipilih sekaha yang berbadan besar karena dianggap kuat,
namun tidak sedikit ditemukan penabuh gendang yang berbadan kurus.
Enam sekaha pemukul kenceng, setiap sekaha memainkan sepasang kenceng.
Kenceng dimainkan dengan cara ditepuk, seperti menangkupkan dua piring secara
bersamaan. Satu sekaha untuk peniup suling atau seruling dengan satu peniup
cadangan. Dua sekahan pemukul oncer atau petuk, dengan cadangan satu sekaha.
Dari semua alat musik petuk mudah untuk dipukul, karena iramanya monoton.
Saat pertama kali menyaksikan pertunjukan gendang beleq, cara memainkan
musik ini terlihat begitu rumit dan harus hati-hati. Jika dicermati, secara
umum memainkan musik gendang beleq terbagi dalam tiga proses, yaitu :
Proses ini dimulai dengan menyiapkan mengecek alat dan sekaha, apakah
sudah lengkap atau belum. Jika belum lengkap alatnya harus dicari, dan jika
sekaha nya tidak hadir akan dicari penggantinya. Jika sudah lengkap semua,
akan diteruskan pada proses selanjutnya.
Proses latihan merupakan proses yang paling vital sebelum memulai
permainan, karena proses ini bertujuan untuk melihat apakah para sekaha sudah
siap semua, konsentrasi dan semangat, juga untuk mengecek apakah alat-alatnya
bisa dipergunakan dengan baik, jika belum maka akan diperbaiki terlebih dulu.
Apabila dalam proses latihan ini tidak bagus, maka umumnya itu akan berdampak
pada pertunjukannya. Namun karena para sekaha itu sudah terbiasa memainkan,
maka kesalahan itu dapat teratasi dengan cepat, yang sulit adalah jika sekaha
yang mahir berhalangan dan diganti dengan sekaha baru, proses latihan ini
akan mensiasitanya. Jika sudah dirasa memadai beranjak pada proses
selanjutnya.
Alat yang pertama dibunyikan adalah gendang beleq. Biasanya sekaha akan
menabuh dua kali kanan dan satu kali kiri dengan pukulan berirama. Itu
sebagai tanda untuk alat selanjutnya siap menyambut, dan akan disambut oleh
kenceng dengan tepukan berirama langsung menghentak. Seterusnya diikuti oleh
petuk, seruling dan lainya, semenjak itu seruling tidak pernah berhenti
berbunyi.
Jika dilihat dari alunan musiknya yang ramai, cara memainkan gendang
beleq cukup perlu konsentrasi yang tinggi.
Musik gendang beleq dimulai berdasar komando dari penabuh gendangnya,
ibarat sebuah orchestra, penabuh gendang adalah konduktornya. Walaupun dalam
permainannya didominasi oleh suara terumpang, seruling dan kenceng, namun
karena bunyinya paling keras, musik ini tetap dikomando oleh suara gendang.
Umumnya irama musik yang dimainkan adalah lagu-lagu Sasak, namun sekarang
sering terdengar irama dangdut dan Melayu ikut mewarnai.
Nilai adalah imajinasi orang atau komunitas terhadap perilaku atau
lingkungan yang dialaminya (Anderson, 2002). Gendang beleq dalam bayangan
manusia Sasak memiliki makna yang luhur. Musik gendang beleq memiliki
beberapa makna, antara lain :
Nilai filosofis. Melestarikan gendang beleq dimaknai manusia Sasak
sebagai menata dan memelihara diri sendiri, karena di dalam musik gendang
beleq terkandung keindahan, ketelitian, ketekunan, kesabaran, kebijakan dan
kepahlawanan. Berdasar penilaian ini, musik gendang beleq bagi orang Sasak
dianggap sakral. Musik ini tidak mungkin ada tanpa nilai-nilai filosofis
tersebut difahami terlebih dahulu oleh nenek moyang Sasak. Mereka
mentradisikannya agar difahami oleh keturunan mereka dan dipelajari
muatannya.
Nilai psikologis. Keterikatan akan satu imajinasi yang sama, yaitu
sama-sama manusia Sasak yang memiliki berbagai kesamaan, seperti nenek
moyang, geografis, budaya bahkan mungkin agama. Orang Lombok yang lama kuliah
di Jogjakarta selalu membicarakan gendang beleq dan berbagai budaya mereka
jika bertemu, bahkan sambil makan plecing (sayur khas Lombok). Di asrama
mahasiswa Lombok di Condong Catur, Jogjakarta, juga terdapat alat-alat
gendang beleq. Realitas ini tentu saja bertujuan untuk terus menyambung
imajinasi Sasak sebagai manusia yang terikat secara psikologis dengan tanah
leluhurnya.
|
rencek yang harus ada pada musik gendang belek |
|
Nilai sosiologis. Seni musik gendang beleq dapat menjadi ajang untuk
interaksi sosial yang terbuka tanpa sekat status sosial, pendidikan, atau
keturunan. Mengenal dan mencari jodoh
bagi muda-mudi, tidak sedikit mereka akhirnya menikah setelah berkenalan
ketika bersama menonton gendang beleq. Pertemanan dan kekerabatan baru,
sering terjadi jika ada pertunjukan gendang beleq. Bagi masyarakat yang
apabila dalam perkawinan anaknya dimeriahkan oleh gendang beleq, pertunjukan
ini akan menaikkan status sosial mereka di masyarakat (semakin naik statusnya
jika pengiring kelompok gendang beleq lebih dari satu). Bagi golongan
bangsawan Sasak (Lalu, Baiq, Raden atau Dende), gendang Beleq menjadi penanda
(baca; identitas) penting dirinya dimata orang Sasak yang lain (kecuali
bangsawan yang beragama Islam dan menganggap gendang beleq negatif).
Nilai ekonomis. Gendang beleq dapat menjadi profesi yang menghasilkan,
walaupun hasilnya tidak banyak, namun ketika sulit mendapatkan pekerjaan
serta banyak pengangguran, ikut rombongan gendang beleq dapat menjadi
alternatif untuk dapat uang walaupun hanya sekedar untuk rokok dan makan.
Musik gendang beleq masih sering dipertunjukkan di Lombok hingga saat
ini, bahkan tahun 2008 lalu atas sponsor rokok, di Lombok telah
diselenggarakan festival gendang beleq sepulau Lombok. Peristiwa seperti ini
tentulah sangat menggembirakan dan perlu terus digalakkan, agar keberadaan
musik tradisional gedang beleq dapat terus terjaga. Pemerintah, pihak swasta
dan pelaku budaya Sasak diharapkan dapat bergandengan tangan untuk terus
mentradisikan musik ini, agar tetap diminati oleh masyarakat Lombok dan tidak
kalah dengan musik modern. Dan semoga tidak hanya sekedar mementaskan saja,
tetapi tentu saja dengan tetap berusaha menjaga kesakralannya, dari pada
hanya sekedar hiburan semata.
|
0 komentar for this post